dedicated to my mom and dad...
Papa adalah kepala sekolah dan mama adalah guru pendidikan agama Islam di SD yang sama, nun di Sumatera sana.Mereka memiliki 6 orang anak, aku anak keempat. Saat adik yang paling kecil berumur hampir setahun, papa meninggal karena sakit.
Masih segar dalam ingatan waktu almarhum papa meninggal, di bulan Ramadhan. Papa hanya sakit seminggu, aku ingat sekali sebelum papa sakit sempat merasakan sayur merang yang kucari dan kumasak sendiri-mama selalu membebaskan anaknya berkreasi, entah itu memasak atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya-, waktu itu papa bilang, 'enak sekali, merangnya manis dan segar', sambil seperti biasa tersenyum membesarkan hati. Aku sama sekali tak menyangka kalau seminggu kemudian papa tak lagi bersama kami, tak pernah lagi. Walaupun sampai saat ini ingatan tentang papa selalu hidup, ingatan yang hanya sebentar, sewaktu papa meninggal aku 8 tahun.
Beberapa kenangan tentang papa yang tak pernah kulupakan:
-entah aku umur berapa waktu itu, yang jelas masih sangat kecil sekali (diceritakan kembali oleh mama di setiap kesempatan kalau saat itu aku masih bilang dengan sangat antusias:"auk auk jin, pak lo" untuk mengatakan "anjing menyalak 'auk auk' nampak kalo"-nampak kalo= melihat kalajengking, bahasa minang-).
Saat itu papa dan mama mengajar di desa yang aksesnya sulit sekali, jalan tanah, angkutan hanya ada sekali seminggu, itupun kalau tidak hujan. Suatu hari, Papa mengajak diriku ke pasar yang ada di kota kecamatan-sembari menghadiri rapat rutin kepala sekolah-, ternyata sorenya hujan turun, jadilah kami berjalan kaki. Sebenarnya papa yang berjalan kaki, dengan aku dalam gendongannya di punggung. Setelah tumbuh besar aku pernah mengunjungi lagi lokasi tempat dulunya papa dan mama mengajar tersebut, dan membuat sadar betapa jauhnya papa telah berjalan sambil menggendong anaknya yang keempat ini. (Ya Allah, berikanlah tempat yang lapang untuk papaku disisi-Mu, amiin)
-Ingatan lain tentang beliau adalah saat umur 4 tahun. Papa berambisi sekali membuat anaknya hobi membaca (aku baru sadar hal itu sekarang). Dengan gaji gurunya papa rajin membelikan anak-anaknya majalah yang sesuai umur kami, mulai dari bobo, hingga tomtom-yang ada trio hebring nya, si hejut, brindil, iing-. Sebelum SD aku telah bisa membaca, diajar sendiri oleh papa dengan 'kartu huruf'-kumpulan huruf-huruf terpisah yang bisa dirangkai sesukanya, mulai dari 'ini budi' 'itu mama' dsb-hingga hasilnya aku berhasil membaca bobo-ku yang pertama sebelum masuk sekolah. Tapi masalahnya, hal ini membuat masa kelas satu SD terasa membosankan, bengong sementara ibu guru mengajarkan membaca ke teman-teman.
Oia, dulu jg aku pernah juara lomba membaca sekecamatan, yang khusus diadakan untuk anak SD kelas satu, yang dilihat waktu itu adalah kecepatan membaca dan intonasi, hehe, senangnya dapet uang saku dari sekolah, gede jg berasanya, padahal cuma 300 rupiah:D.
-Sejalan dengan mengajar membaca, papa juga mengajarkan sholat, gerakan dan bacaannya. dengan otak jernih anak-anak, waktu itu aku juga cepat sekali menguasai bacaan yang diajarkan papa.
Dalam mengajar anak-anaknya papa menerapkan punishment and reward. Biasanya bentuk hukuman adalah membaca sampai habis satu buku dan menceritakan kembali ke beliau, sementara bentuk hadiah bagi anak-anaknya yang telah berhasil belajar atau melakukan sesuatu dengan baik adalah boleh meminta apa saja yang diinginkan. Walaupun biasanya kami hanya meminta dibelikan semangkok bakso atau majalah lagi. Tapi karena merupakan hadiah, saat makan bakso rasanya bahagiaa sekali.
Nah, untuk belajar sholat ini papa dulu menjanjikan akan membelikan sajadah baru untukku, namun hal ini yang tidak tertunaikan sampai akhir hayatnya, selalu saja tertunda ('pa, aku dah ikhlaskan janji papa yang ini, papa tidak berutang apa-apa').
-Ingatan lain adalah kebahagiaan saat papa gajian, anak-anak mendapat jatah Rp. 1000,- yang boleh digunakan untuk apa saja, walaupun sebenarnya ujung-ujungnya pasti kami tabung karena papa juga menjanjikan hadiah untuk anak yang tabungannya paling banyak, hadiahnya adalah dibelikan celengan baru, hehe.... Begitulah didikan beliau agar anak-anaknya tidak konsumtif ga jelas.
-Hal yang berkesan lagi adalah beliau selalu membelikan kaset anak-anak yang sedang hits saat itu, ada Puput Melati dengan 'satu ditambah satu', dan Melisa. Poster Puput Melati dengan rambut kepang dua dan kedua tangan di pipi, yang dibelikan papa saat aku kelas satu baru diturunkan setelah aku akan masuk SMP, itupun karena Mama dipindahkan dari SD tersebut ke kota kecamatan.
Aku ingat sekali tentang kebiasaan papa mengajarkan musik ini karena setelah beliau tiada ternyata hobi ini tertinggalkan. Jadilah saat ini sebagian besar anaknya tidak bisa menyanyi. Penyebab tidak bisa menyanyi ini mungkin karena banyak juga hal berat yang harus kami lalui. Setelah papa tiada tinggal Mama seorang yang membesarkan anak-anaknya. Kakakku tertua saat itu baru kelas 2 di Thawalib Putri, sekolah asrama di Padang Panjang yang termasuk mahal untuk ukuran guru SD.
Demikianlah sekelumit kenangan tentang papa, dengan waktunya yang sedikit di dunia meninggalkan kenangan yang merupakan didikan untuk diingat anak-anaknya sampai saat ini.
Kalau menceritakan didikan Mama akan lebih panjang lagi karena beliau yang meneruskan membesarkan 6 anaknya, dengan seorang bayi. Mama juga hebat karena berhasil mengantar anak-anaknya ke perguruan tinggi dengan gaji gurunya. Adik yang paling kecil baru saja menerima pengumuman lulus SMU, dan lulus.
Aku tak pernah berhenti bersyukur untuk semua nikmat pada keluarga kami.
Telah dimuat di Kompas Community tanggal 21 Juni 2007
http://community.kompas.com/index.php?fuseaction=home.detail&id=33753§ion=92