Jauh atau tidaknya suatu tempat pastilah relatif, waktu masih tinggal di Ranah Sigading bagi kami Muaro yang hanya berjarak 5 km terasa sangat jauh-karena ditempuh dengan berjalan kaki-. Saat telah tinggal di Muaro, Padang yang berjarak hanya 100 km (bandingkan dengan pekerja yg tiap hari bolak-balik bogor-jkt) juga adalah tempat yang terasa sangat jauh karena hanya berkesempatan ke sana sesekali saja, misalnya jika terpilih ikut lomba-lomba dari sekolah, atau kalau Om yang tinggal di sana mengajak datang, atau juga kalau lagi ikut kakek ke Rumah sakit M. Djamil untuk periksa. Bogor waktu itu adalah tempat di antah berantah, apalagi daerah-daerah lain.
Pengalaman tinggal sendiri untuk pertama kalinya adalah saat SMA, saat itu aku tinggal di Perumnas Muaro, rumah teman mama yang memang menerima anak kos. Setahun disana, aku pindah ke rumah Bu Tri yang berada di belakang SMA, sehingga tidak perlu berjalan kurang lebih 2 km setiap harinya. Selama SMA perjalanan terjauh adalah ke Pekanbaru saat diajak kakak mama untuk berlibur ke sana.
Selepas SMA, perjalanan jauh pertama adalah ke Bogor, diterima di Kehutanan yang memberikan kesempatan untuk berjalan-jalan. Awalnya Gn. Walat di Sukabumi terasa cukup jauh, walau akhirnya sampai bosan juga karena hampir setiap praktikum lapangan selalu di Walat, magang liburan di Walat, jaman di-OSPEK dan meng-OSPEK di Walat sampai 5 tahun. Penghuni Walat-yang nampak dan tidak- pasti sampai hafal:D.
Pertama kali naik gunung adalah ke Gunung Gede Pangrango, ikut dengan rombongan asrama Silva Lestari. Jadi ingat betapa bodohnya waktu itu membawa barang-barang tidak penting hingga harus memanggul ransel besar sampai ke puncak:D. Membawa 2 stel baju ganti padahal tidak menginap, membawa segala jenis makanan yang ga abis dimakan sampe turun, plus yang paling berat 4 botol aqua besar karena takut di atas tidak ada air. Kalau dipikir-pikir lagi sepertinya BERAAAT sangat!! Tapi waktu itu kenapa tidak terasa beratnya ya? Hmmm...betapa kuatnya pengaruh motivasi, yang waktu itu tidak lain hanya ingin membuktikan bahwa pantas menjadi anak Fahutan, dan bisa naik gunung:D.
Selain ke Gede juga pernah ke Halimun, untuk acara AFS Camp, cuma tidak naik ke puncak, tapi mengadakan acara di kaki Halimun, rafting-raftingan pake ban...airnya deras sekali. Pernah ke Gunung Salak, tapi hanya sampai Kawah Ratu bersama anak-anak DKM. Ke Gunung Bunder (Kaki Salak) bersama anak-anak AFSA untuk motivation training.
Perjalanan lain (yang waktu itu dirasa jauh pula) adalah saat P3H. Berkesempatan ke Cilacap melihat Nusa Kambangan dengan Pulau Kopassus-nya. Ke Baturraden di Purwokerto dan mendaki Slamet sampai ketinggian 1200 (kebagian paling atas). Lalu ke Ngawi dengan Getas-nya, ngeri sekali saat kami datang rombongan Getas I histeris karena gembira akan meninggalkan tempat itu. Sehabis dari Getas akhirnya berkesempatan menginjakkan kaki di : J O G Y A !! untuk pertama kalinya. Kali kedua ke Jogya adalah saat mengantar adik untuk mencari tempat kuliah di sana.
Perjalanan dengan kelompok kecil yang pertama adalah saat PKL ke Andalas Merapi Timber, ke Solok Selatan, walaupun masih berada di Sumbar tetap saja serasa di antah berantah bagiku. Begitu sampai di Padang kami disambut oleh gempa yang tidak hentinya selama 2 hari dan meletusnya Gunung Talang saat dalam perjalanan ke camp AMT.
Saat tingkat akhir kuliah, selesai seminar dan menunggu sidang, aku dan beberapa teman berkesempatan untuk ikut assessment bersama TBI ke :Kalimantan!! Jadilah waktu itu aku mencatatkan rekor waktu paling lama antara seminar dan sidang, dari Oktober ke Januari..., yang penting bisa jalan-jalan.
Karir jalan-jalan semasa kuliah berhenti disini....
Selesai kuliah aku ikut beberapa proyek dosen untuk klasifikasi lahan dengan SIG selama hampir 4 bulan, Juni diterima di LEI.
Perjalanan profesional pertama di LEI adalah ke Kaltim lagi, untuk seminar tentang standar legalitas kayu, lalu ke Sanggau, Pontianak, Kalbar, untuk ujicoba standar, dan ke kaltim lagi untuk ujicoba pula. Pertama kali ke pantai barat Lampung (sebelumnya pernah lewat saja di pantai timur) di tahun yang sama.
Kesempatan ke Kaltim lagi saat seminar kelembagaan standar, lalu ke jogya, jambi, dan lalu ke PAPUA!!! (hahaha, norak), lalu kemudian pindah ke Kementerian Kehutanan perjalanan keliling Indonesia sudah menjadi rutinitas, namun excitement-nya tak pernah berkurang :)